hujan

selalu ingin berbagi dengan anda semua

Senin, 20 Mei 2013

Perjanjian Waktu dengan Cinta



Karya : Andini Zahra Adystia


Setetes air mata mungkin akan sangat berarti bagi seorang wanita sepertiku. Yang ingin mengerti seberapa pentingkah diriku dalam hidupmu. Waktu tak akan pernah mampu menjawab seberapa besar arti diriku dalam hidupmu. Maka biarlah aku bertanya padamu...!

Hari ini, langit tampak mendung namun angin enggan menemani entah karena ingin memberi kejutan atau harapan palsu kepada bumi. Aku terus menunggumu, disini didepan kampus putih ini. Beberapa mahasiswa berlalu lalang didepanku namun tak ku temukan sosokmu. 10 menit, 20 menit, 30 menit, 1 jam, 2 jam. “Mungkin kau tak datang kekampus hari ini” Kataku dalam hati .

Aku langkahkan kaki menuju perpusatakaan, seperti biasa aku pelajari buku – buku tentang  ilmu psikolog dan juga tidak jarang aku membaca novel untuk sekedar merefresh otakku. Ya, aku adalah mahasiswi psikolog semester 7. Aku membuka buku melihat tiap huruf yang berada didalamnya namun pikiranku menerobos ke lorong waktu beberapa tahun lalu dimana kita pertamakali bertemu ditempat ini.

Saat itu tanpa sengaja kau menabrakku karena kau begitu serius mengamati tiap buku yang berbaris rapi disetiap rak dari ujung ke ujung dengan berjalan menyamping tanpa melihat aku yang sembari berdiri membaca sinopsis novel yang ada ditanganku. “brak” ya kurang lebih begitulah suara yang timbul akibat kau menabrakku dan novel yang ku genggam terjatuh. “i’m sorry...” katamu sambil mengambil novel yang terjatuh dan memberikannya padaku. “Never mind” jawabku singkat. “Aziz” katamu lagi sambil mengulurkan tangan. “Icha” aku membalas uluran tangannya. “ Can you help me?” tanya mu tanpa basa basi. Aku berfikir sejenak, apa tidak salah nie anak minta bantuanku?. “bagaimana?? “ tanya nya lagi. “ baiklah!, apa yang bisa ku bantu aziz?” jawabku. “ please find my book  in here” katanya. “ what? Your book? Are you sure?” tanyaku kaget. “yes, my book. Kemarin temanku asal meletakkan semua buku yang ada ditanganku di rak yang berada dilorong ini, tapi sekarang aku tidak menemukannya.” Tutur Aziz.
Aku pun bertanya bagaimana ciri – ciri bukunya, Aziz juga menceritakan secara terperinci bagaimana kejadiannya. Aku juga sempat berfikir, kenapa hanya karena satu buku saja Aziz sampai rela nyari kayak gini.

Setelah beberapa menit mencari, baru terlintas dibenakku “ kenapa tidak tanya pegawai perpustakaan saja, barangkali mereka tahu?” . akupun bertanya kepada Wendy . Iya,Wendy  adalah salah satu pegawai perpustakkan disini. Aku mengenalnya karena memang kami sering berjumpa. Dan Wendy sering membantuku menemukan buku – buku yang bagus untukku baca. “Wen... aku mau tanya niech!” kataku. “apa’an cha?” tanya Wendy. “ini temanku Aziz mencari bukunya yang terselip diantara buku – buku perpustakaan di lorong ke-3 kemarin” kataku. “oh, pantas!  kemarin habis ada pembaharuan dan kebetulan aku sendiri yang menemukannya. Buku ini kah?” tutur Wendy sambil menunjukkan buku berwarna hitam dengan tulisan bertinta perak didepannya “ Love Story”.
“that’s right.. thats my book!” kata Aziz sambil meraih bukunya dan membukanya seakan – akan takut ada bagian halaman yang hilang. “ tenang saja.. aku tidak membukanya jadi aku rasa buku kamu masih utuh” tutur Wendy. “thank you very much” kata Aziz dan menjabat tangan Wendy.  Azizpun meninggalkan aku dan Wendy. “terimaksih ya wen..!” kataku. “ ah, gitu saja terimakasih. Eh kamu nemu dimana bule kayak dia?” tanya Wendy heran. “ Diperpustakaan ini” jawabku singkat. Wendy pun tersenyum sambil menggeleng – gelengkan kepalanya. Aku kembali meneruskan niatku membaca novel dengan duduk dipojok bangunan perpustakaan samping jendela. Tanpa ku sadari Aziz duduk disebelahku, dan berbisik “ sorry, tadi terlalu bahagia jadi lupa gag bilang terimakasih ke kamu” , aku hanya melirik. “makan siang ini aku yang traktir. Aku tunggu kamu dikantin. Bye!” bisiknya lagi.

Siang itu aku makan bersama Aziz. Obrolan kami sangat menyenangkan, Aziz orangnya flexibel , to the point, tapi juga tertutup,  dan yang pasti tipe cowok kayak dia PD-nya ketinggian J.  semenjak kejadian itu kami menjadi dekat, kebetulan juga kami satu organisasi jurnalistik dikampus. Aziz lahir disurabaya tapi sejak SD dia tinggal di singapore bersama ayahnya dan sudah 5 tahun ini dia tinggal di Malang, untuk menemani kakeknya. Ya, ibunya meninggal waktu melahirkannya.  Sedangkan aku..., Aku lahir di LA. Sejak kecelakaan pesawat yang merenggut nyawa kedua orang tuaku 10 tahun yang lalu, aku tinggal di Malang bersama nenek.

Saat aku bermain kerumah Aziz. Aku melihat buku “Love story” milik Aziz dimeja ruang tamu. Rasa penasaranku semakin tinggi ketika aku lihat seperempat bagian foto terselip diantara halaman buku itu. Aku memandanginya, seakan melihat apa saja isinya. Aziz yang melihat ku seperti itu pun mengagetkanku.” Hayow... tertarik ya.. sama bukuku?” katanya. “ Enggak..!” jawabku santai. “ oh berarti tertarik sama pemilik buku itu dong ?!” katanya lagi. “ye... kamu itu... PD banget!” jawabku. “ kalau gag gitu.., mana mungkin sekarang kamu bisa didepanku? Dirumahku pula!” jawabnya gag mau kalah. “ iya dech.. up to you..!” jawabku. Kamipun tertawa. Dan Aziz memperlihatkan isi bukunya itu, ternyata itu buku harian milik almarhumah ibunya. Aku begitu terharu dengan uraian kata yang tertulis didalamnya. “iich. Cengeng !!” kata Aziz merusak suasana.  “ya maklum dong..! cewekkan hatinya gampang tersentuh” kataku membela diri.
Waktu terus menari  bahkan berlari.Dan sekarang  kami sudah tidak sedekat dulu, kesibukan masing – masing membuat kami jarang bersama bahkan sekedar untuk menyapa lewat sms pun hampir tidak pernah. Krisis komunikasi antara kami sudah lewat dari satu tahun. Menginjak tahun ke-2 sudah pasti misscommunication.

“Woy...!” sapa Wendy memecahkan lamunan flashbackku. Iya, hanya Wendy  yang masih setia menemaniku. Dan Wendylah satu – satunya sahabat yang mengetahui alur cerita kisahku bersama Aziz. “icchh Wendy..! Ngagetin aja!” kataku sedikit kesal. “Cerdas sekali kamu.....!” sahut Wendy . “Dari Dulu..!” jawabku sinis. “oowhh dari dulu kamu kalau baca buku itu terbalik??? “ kata Wendy.  sambil cengar – cengir. Akupun tertawa dan malu. “Kamu masih memikirkan Aziz?” tambahWendy. Aku hanya tersenyum J. Wendyselalu tahu apa yang sedang aku pikirkan entah dia punya indra ke-6 atau karena dia peka? . Wendy  adalah sosok laki – laki yang ramah dan sabar. Beberapa hari yang lalu, Wendy  menyatakan perasaannya kepadaku. Aku sempat jengkel, karena Wendy  tahu siapa yang aku harapkan. Tapi kenapa dia masih saja nekat menyatakan perasaannya kepadaku. Dan jelas – jelas tahu apa yang akan aku jawab. Namun aku salut kepadanya, setelah mendengar penjelasannya.

Mencintai adalah hak semua orang. Namun untuk bisa memiliki cinta yang kita inginkan adalah takdir. Aku tak pernah tahu kapan lagi aku bisa mengatakannya padamu. Aku tak mau menunda lagi. Now or Never dan aku akan menyesal. Aku hanya ingin jujur, sehingga saat kamu merasa sendiri kamu akan tahu bahwa ada aku yang ikhlas mencintaimu.. Aku tak pernah berharap kamu membalas cintaku. Cukup melihatmu tersenyum sudah membuatku merasa cintaku padamu tak sia – sia. Aku tak akan pernah menyesal telah mencintaimu. Hidup ini titipan, begitu juga dengan cinta. Aku memilikimu sekarang atau tidak, itu sama saja. Hanya waktulah yang membedakannya, karena semua yang aku miliki, dan aku cintai, akan kembali kepada pemilik yang sebenarnya. Yaitu tuhan semesta alam, tuhan yang menciptakan aku dan kamu, tuhan yang menentukan hidupku dan hidupmu. Setelah kamu mengetahui isi hatiku, ku harap tali persaudaraan kita tak akan terputus. Percayalah padaku, semuanya akan indah pada waktunya.

Tiap kata yang diucapkan Wendy  membuatku bercermin. Sudah ikhlaskah aku menyimpan rasa yang entah apa ini, untuk Aziz? Tapi aku juga butuh kepastian. Salahkah aku? Kalau aku berfikir saat aku mengetahui perasaan Aziz kepadaku, jika dia mencintaiku, aku akan merawat rasa itu. Jika dia tidak mencintaiku, aku akan buang rasa itu dan belajar mencintai sesorang yang telah dulu mencintaiku?. Oh tuhan....??? please help me!.

Jarum jam masih setia berputar, ku lihat dari jendela perpustakkan, matahari tampak malu – malu , angin menggelitik setiap dedaunan.Wendy  yang masih disampingku mengajakku ke kantin. Namun aku menolaknya dan memilih untuk pulang. Hari ini dosen mapelku tidak datang. Beliau hanya memberi tugas via email. Aku merasa lelah setelah pulang dari kampus. Tepatnya, lelah menunggu waktu, dimana aku  bisa berbicara kepada Aziz dan menanyakan apa isi hatinya.

Aku sudah 1 tahun tidak lagi aktif didalam organisasi jurnalistik, begitu juga dengan Aziz. Kami berdua beda jurusan. Aziz adalah anak fakultas hukum pasca sarjana. Kemungkinan dapat bertemu denganya  sangatlah kecil. Tapi aku tak mau menyerah begitu saja setiap aku kekampus aku selalu berharap bertemu dengannya. Terkadang juga aku menunggunya dikafe yang terletak didepan kampusku. Seakan yakin Aziz lewat didepanku dan aku menyapanya lalu mengajaknya untuk minum teh bersama dikafe ini. Anak – anak jurnalistikpun tidak ada yang tahu no hp Aziz. Sebenarnya aku menyimpan kontaknya diHp ku, tapi apa daya?, Hp ku sudah 5 bulan ini hilang.

Aku membuka emailku, ternyata sudah ada bebarapa tugas yang harus aku kerjakan. Ah, sungguh ini menyebalkan. Kenapa deadline nya sama semua?. Apa dosenku ini bersekongkol membunuhku secara perlahan?. Hari – hariku disibukkan dengan mengerjakan semua tugas  yang menjerit meminta cepat diselesaikan sebelum masa kadaluarsa. Dengan begitu pikiran tentang Aziz menepi secara perlahan dan pasti.
Sebulan telah berlalu, aku merdeka dari tugas – tugas kuliah. Tapi aku akan menghadapi perang yang sesungguhnya. Ya... sikripsi, aku harus mengikuti sidang untuk memperoleh gelarku. Aku lebih memeilih membuat sikripsi sendiri dari pada harus membeli sikripsi orang lain atau seniorku, untungnya juga judul pertama yang aku ajukan diterima oleh dosenku, jadi aku tak perlu buang waktu untuk bolak – balik mengajukan judul yang belum tentu di acc. Aku membuat judul secara asal –asalan, buatku isi sikripsi adalah langkah selanjutnya yang pasti bisa ditempuh, kan ada bimbingan juga, jadi yang penting judul menarik dimata dosen terlebih dahulu.

Wendy sering membantuku mencari buku refrensi untuk sikripsiku, dia juga selalu memberiku semangat. “My life is my paradise” kata Wendy ketika aku sedang asyik mengerjakan sikripsi. “My home is my paradise” sahutku. “yach.. sempit dong? Surga kan luaaaas!” kata Wendy. “ya maksud aku, surga didunia ini adalah rumah” jawabku asal. “ah, enggak! Buktinya  sekarang aku tidak berada dirumah tapi aku merasa disurga” tutur Wendy. “kok bisa?” tanyaku penasaran. “iya, karna kamu bersamaku” jawab Wendy. “uuhh gombal!” kataku sambil tersenyum.

“eh kayaknya surga bocor dech, cha?!” kata Wendy sambil celinguk-an menatap langit. “loohh???? Kok bisa?” tanyaku heran. “iya, niech buktinya ada bidadari didepanku!” jawab Wendy. “Wendyyyyy!!!” kataku dengan suara agak keras dan juga tersenyum. “ Abisnya kamu terlalu serius ngerjakan sikripsimu, santai sebentar nanti dilanjut lagi, cha!” kata Wendy mencoba menasehati.
Ya aku memang sangat semangat mengerjakan sikripsiku, aku ingin cepat selesai dan aku segera mencari informasi beasiswa untuk melanjutkan S2. Ya meskipun nenek sudah mendesak aku untuk menikah. Tapi aku yakin waktu itu akan datang padaku tanpa harus aku memikirkannnya, aku ingin memikirkan hal yang sudah didepan mata yaitu hasil sikripsi dan pasca sarjana.

Aku berusaha semaksimal mungkin. Pokoknya aku harus lulus tahun ini dan IP ku gag malu – malu’in. Dag dig dug dor. Satu jam sebelum aku masuk ruang sidang. Aku berdoa, moga pertanyaan para dosen tidak lebih dari 2 pertanyaan dan semua itu  mudah aku jawab.  Buku – buku penunjangpun tidak lupa kubawa. Meskipun aku sudah sering betatap muka dengan beliau – beliau yang menjadi hakim hari ini, tapi perasaan nervous dan keringat dingin ini keluar dengan sendirinya tanpa aku rencanakan. Haduch, lebay dech!.

Pendidikan S1 sudah ku lewati, meskipun aku bukan mahasiswa dengan nilai terbaik tapi aku lulus dengan IP yang memenuhi syarat untuk melanjutkan pendidikan S2.  Aku bersyukur, aku bahagia. Apalagi tanpa ku duga, Aziz datang diacara wisudaku hari ini. Dia memberi selamat padaku, setelah berbincang – bincang seputar rencanaku untuk meneruskan S2 di Aus, aku pun memberanikan diri bertanya pada Aziz. “Ziz, apa kamu sudah menikah?” tanyaku. “Belum.”jawabnya singkat. “Sudah punya calon pendamping?” tanyaku semakin kepo. “Sudah” jawab Aziz datar. “eemmm....” sahutku. “tidak tanya siapa pendamping yang aku maksud?” tanya Aziz tanpa ragu – ragu. “Tidak, ya sudahlah aku tunggu saja undangannya!” kataku dengan senyuman yang sejujurnya kulakukan dengan terpaksa. “ Bagaimana aku mau membuat undangan kalau calon pendampingku akan pergi ke Aus untuk melanjutkan S2-nya!” jawab Aziz tanpa memandangku. “apa??? Calon pendampingmu juga mau ke Aus? Wah bisa jadi teman aku dong? “ jawabku enteng tanpa pikir panjang. “ Icha..., would you marry me?” tanya Aziz dengan memegang pundakku seakan mengharuskan aku untuk mentap matanya. “Are you sure?” tanyaku masih tidak percaya. “i’m sure icha. I feel , today is wonderful time for say that’s all to you!” jawab Aziz. Sungguh seakan waktu berhenti. Angin tak bergerak  mata tak berkedip jantung tak berdetak nadi tak bedenyut nafas tak berjalan jarum jampun tak berputar. Oh tuhan apakah aku bermimpi??? .

“icha...!” panggil nenek yang entah sejak kapan sudah berada disampingku. “oh, iya, nenek!” Jawabku gugup. “ saya Aziz” kata Aziz sambil mencium tangan nenekku. “Icha, apa ini calon suami yang kamu janjikan pada nenek?” tanya nenek senyam senyum. “ich, nenek kapan icha berjanji?!” sahutku malu. “lah, kamu kalau nenek tanya, kapan kamu menikah? Apa kamu sudah punya calon? Jawabanmu selalu sama. Sudah ada nek tapi masih nyangkut dilangit” jawab nenek gag mau kalah. Secara bersamaan nenek dan Aziz tertawa, aku merasa malu minta ampun.  Tiba – tiba Wendy datang dan memberi selamat padaku.
“loh. Ziz kamu masih ingat juga dengan icha? Kemana aja kamu?” tanya Wendy agak sinis. “ Ingat dong. Bagaimana aku lupa dengan calon istriku? ” jawab Aziz sambil tersenyum dan memandangku. “oohh...!” sahut wendy dengan memandangku. Aku hanya membisu. Aku bingung harus bagaimana. Nenekpun mengajak Aziz dan Wendy untuk pulang bersama, namun Wendy menolak dengan alasan ada pekerjaan yang harus diselesaikan, sudah pasti Aziz lah yang ikut bersamaku dan nenek. 

Sebelum masuk mobil nenek, Aziz meminta no Hpku, entah buat apa? Akupun langsung memberikannya pada Aziz. Saat perjalanan pulang kerumah nenek, Aziz meminta kepastian padaku lewat sms. Balas smsku tanpa perlu kamu menulis apapun didalamnya apabila kamu menerimaku dan abaikan smsku apabila kamu menolakku. Haduuuch Aziz ini! Apa gag bisa membiarkan aku bernafas sejenak? . akupun segera membalas sms-nya. Tapi sayang aku kehabisan pulsa. “Nek, pulsa aku habis!” kataku pada nenek sekedar memberi sinyal kepada Aziz. Aziz yang mendengarnya hanya tersenyum. “Pak karim, tolong kamu beri tahu anakmu untuk segera mengisikan pulsa ke nomer  non icha!” suruh nenek kepada pak karim yang bekerja menjadi sopir pribadi nenek dan anaknya yang menjaga conter milik nenek di pasar.  “ Baik, nyonya!” jawab pak karim. “ tidak usah nek. Biar Aziz transfer pulsa ke no icha!” sahut Aziz. “oh, baiklah kalau begitu... tapi gag romantis yach? Masa’ transfer pulsa, Transfer bunga dong?” kata nenek.  Spontan kami semua-pun tertawa.

Aku memutuskan untuk menerima Aziz, aku akan menikah dengan Aziz setelah aku benar – benar masuk S2. Nenek sangat bahagia, namun setelah beberapa minggu kemudian nenek jatuh sakit. Kata dokter,  nenek mengidap kanker rahim stadium 4 kemungkinan hidup hanya tinggal beberapa bulan. Aku sangat sedih, aku hanya punya nenek. Nenek yang begitu menyayangiku. Suasana hatiku seperti langit yang sedang mendung, dan Aziz adalah matahari yang berusaha mencerahkannya. Wendy juga selalu memberiku semangat, meskipun dia tahu aku menerima cinta Aziz. Aku sendiri tidak tahu terbuat dari apa hati Wendy. Yang aku tahu dia adalah sahabat terbaikku.

Hari ini aku menjaga nenek dirumah sakit, nenek tersenyum kepadaku dan berkata “ Icha... nenek begitu bahagia memeliki cucu sepertimu. Nenek merasa tenang sekarang, karena Aziz akan menjagamu apabila nenek sudah tiada”. Aku hanya bisa menangis dan memeluk nenek. Aku ingin nenek bersamaku lebih lama lagi. Aku ingin nenek sembuh. “Icha... dengar baik – baik sayang, semua yang berada didunia ini hanyalah sementara. Jangan kamu terlalu mencintainya secara berlebih – lebihan. Tanamkan hati seperti seorang penjaga parkir. Mereka menjaga banyak kendaraan yang merupakan titpan, dengan baik. Tapi ketika pemilik sebenarnya mengambilnya, maka mereka tetap tersenyum dan tidak mengeluh. Seperti hal nya hidup. Semua ini milik tuhan, ketika tuhan mengambilnya maka itu sudah kehendak dan hak tuhan” kata nenek panjang lebar dengan menggenggam tanganku. “ iya nek...! tapi apa tuhan marah kalau aku terlalu menyayangi nenek?” tanyaku. “ sudah – sudah... ! nenek mengantuk. Kamu istirahat sana gih! Nenek mau tidur” kata nenek tidak menjawab pertanyaanku.

Kondisi nenek semakin menurun, operasi telah dilakukan 2x dalam 17 hari ini. Dokter hanya bisa berusaha dan menunggu adanya keajaiban dari tuhan. Aku tak henti – henti nya berdoa demi kesembuhan nenek. Tetapi seakan – akan itu semua percuma. Mungkin aku terlalu banyak dosa hingga tuhan enggan mendengar doaku. Atau mungkin tuhan sedang menguji ku?. Entahlah... aku pasrah pada takdir-Mu.
Tepat pada hari minggu pagi pukul 05:00 nenek meninggalkanku, meninggalkan semua yang dimilikinya. Nenek bertahan hanya dalam 29 hari. Lebih cepat dari perkiraan dokter. Begitulah hidup hanya tuhan yang tahu kapan akhir masa kontrak seseorang tinggal didunia ini.

100 hari nenek meninggalkanku. Saat itu juga Aziz masuk rumah sakit. Dia mengalami kecelakaan. Aku begitu terpuruk, aku merasa sendiri, tapi Wendy tetap berusaha menegarkanku. Aziz tak sadarkan diri, dia koma dalam 1 minggu ini. Banyak kiriman datang kerumahku, iya itu semua barang – barang persiapan untuk aku dan Aziz menikah. Hatiku semakin teriris, aku tak bisa menahan air mata ini.  Beberapa jam kemudian ada panggilan masuk dari Niko,ya niko adalah orang yang bertanggung jawab mengurusi undangan kami . Aku pergi menemui Niko, aku melihat design yang dibuat sendiri oleh Aziz, lalu aku baca kata demi kata yang rencananya akan menjadi puisi pembuka pada undangan pernikahan kami.

Setiap pertemuan adalah anugrah
Anugrah yang tak pantas untuk disia-siakan
Aku bertemu dengan mu adalah takdir tuhan
Aku memilikimu atas kehendak tuhan
Aku pergipun karena keputusan tuhan
Setetes demi tetes waktu mampu menumbuhkan rasa cinta ini terhadapmu
Sosok wanita yang aku sendiri tak mampu melukiskannya dengan hal apapun
karena dirimu begitu istimewa
Maka izinkanlah aku hidup bersamamu
Dan akan ku letakkan dirimu dalam hatiku
Menjadi guru bagi anak – anakku
Menjadi obat dalam kesedihanku
Menjadi cahaya dalam keterpurukanku
Menjadi bunga dalam taman jiwaku
Sekarang dan selamanya
With love : Aziz

Hpku berdering, kali ini panggilan dari pihak rumah sakit. Belum sempat aku membicarakan bagaimana baiknya undangan pernikahanku, aku harus segera ke rumah sakit. Disana aku dihadapkan dengan hal yang membuat kesedihanku semakin sempurna.  Aziz harus meninggalkanku sama seperti nenek meninggalkanku. Aku kalut aku teriak aku berlari aku benar – benar sudah gila. Tetapi malaikatku datang. Dia memelukku mencoba menenangkanku. Wendy benar – benar malaikat bagiku.

Hidupku seakan tiada lagi terarah. Aku berfikir sekeras mungkin dalam diamku. Pesta pernikahanku sudah 70% jadi, sisanya hanya pencetakan undangan. Tanpa pikir panjang aku menghubungi Niko dan meminta mengganti nama Aziz dengan nama Wendy . Aku suruh Niko menghubungi  Wendy untuk mengganti design dan tata letak pada undangan. Wendy terkejut atas keputusanku, dia tidak mau menerimanya. Dia beranggapan aku sedang tidak berfikir jernih , dia takut aku akan menyesal. Tapi aku tak peduli. Saat itu juga aku menjemput Wendy untuk foto prawedding.

“Icha....! apa alasan mu bertindak seperti ini?” tanya Wendy. Aku hanya diam. “Icha... apa kamu anggap aku sebagai pelarian?” tanya wendy lagi. Dan aku tetap diam. “ Icha... kamu harus ikhlas!” kata Wendy lagi. “ Apa aku salah ingin hidup dengan orang yang sudah jelas tulus mencintaiku?” jawabku dengan ganti bertanya pada Wendy. “ tapi apa hatimu untukku?” tanya wendy. “ Hari – hariku hanya bersamamu. Orang yang selalu ada untukku hanya dirimu. Mungkin aku akan lebih gila lagi jika aku kehilanganmu” jawabku. “apakah kamu mencintaiku?” tanya Wendy. “ waktu telah membuktikan siapa orang yang berhak mendapatkan cintaku dan hidup bersamaku “ jawabku lagi dan kali ini air mata tak sanggup lagi ku bendung, Wendy memelukku. Aku masih terus menangis. “ Semua akan indah pada waktunya” bisik Wendy. “ dan inilah waktunya!” sahutku. Pernikahankupun berjalan sesuai rencana hanya saja aku menikah bukan dengan Aziz tetapi dengan Wendy. Aku tak pernah menyesal dengan keputusanku, bagiku aku akan lebih menyesal apabila aku tidak memberi kesempatan kepada Wendy untuk membuktikan ketulusan cintanya dan hidup bersamaku. Karena tanpa ku sadari, selama ini aku bahagia bersama Wendy.

Terkadang kita tidak menyadari yang terbaik ada didepan mata kita.
Terkadang kita masih menggunakan ego kita untuk mencintai seseorang.
Namun itu semua adalah kisah yang membuktikan adanya perjanjian antara waktu dengan cinta
Yang telah kita semua yakini, semua indah pada waktunya
Waktu dimana pelangi muncul setelah badai menerpa
Waktu dimana musim semi telah tiba
Waktu dimana tuhan memberikan....,
                                  " bukan apa yang kita inginkan melainkan apa yang terbaik buat kita."
»»  To Be Continue...
blogwalking..