Karya : Andini Zahra Adystia
Setetes air mata mungkin akan sangat berarti bagi seorang
wanita sepertiku. Yang ingin mengerti seberapa pentingkah diriku dalam hidupmu.
Waktu tak akan pernah mampu menjawab seberapa besar arti diriku dalam hidupmu.
Maka biarlah aku bertanya padamu...!
Hari ini, langit tampak mendung namun angin enggan menemani
entah karena ingin memberi kejutan atau harapan palsu kepada bumi. Aku terus
menunggumu, disini didepan kampus putih ini. Beberapa mahasiswa berlalu lalang
didepanku namun tak ku temukan sosokmu. 10 menit, 20 menit, 30 menit, 1 jam, 2
jam. “Mungkin kau tak datang kekampus hari ini” Kataku dalam hati .
Aku langkahkan kaki menuju perpusatakaan, seperti biasa aku
pelajari buku – buku tentang ilmu
psikolog dan juga tidak jarang aku membaca novel untuk sekedar merefresh otakku.
Ya, aku adalah mahasiswi psikolog semester 7. Aku membuka buku melihat tiap
huruf yang berada didalamnya namun pikiranku menerobos ke lorong waktu beberapa
tahun lalu dimana kita pertamakali bertemu ditempat ini.
Saat itu tanpa sengaja kau menabrakku karena kau begitu
serius mengamati tiap buku yang berbaris rapi disetiap rak dari ujung ke ujung
dengan berjalan menyamping tanpa melihat aku yang sembari berdiri membaca sinopsis
novel yang ada ditanganku. “brak” ya kurang lebih begitulah suara yang timbul
akibat kau menabrakku dan novel yang ku genggam terjatuh. “i’m sorry...” katamu
sambil mengambil novel yang terjatuh dan memberikannya padaku. “Never mind”
jawabku singkat. “Aziz” katamu lagi sambil mengulurkan tangan. “Icha” aku
membalas uluran tangannya. “ Can you help me?” tanya mu tanpa basa basi. Aku
berfikir sejenak, apa tidak salah nie anak minta bantuanku?. “bagaimana?? “
tanya nya lagi. “ baiklah!, apa yang bisa ku bantu aziz?” jawabku. “ please
find my book in here” katanya. “ what?
Your book? Are you sure?” tanyaku kaget. “yes, my book. Kemarin temanku asal
meletakkan semua buku yang ada ditanganku di rak yang berada dilorong ini, tapi
sekarang aku tidak menemukannya.” Tutur Aziz.
Aku pun bertanya bagaimana ciri – ciri bukunya, Aziz juga
menceritakan secara terperinci bagaimana kejadiannya. Aku juga sempat berfikir,
kenapa hanya karena satu buku saja Aziz sampai rela nyari kayak gini.
Setelah
beberapa menit mencari, baru terlintas dibenakku “ kenapa tidak tanya pegawai
perpustakaan saja, barangkali mereka tahu?” . akupun bertanya kepada Wendy .
Iya,Wendy adalah salah satu pegawai
perpustakkan disini. Aku mengenalnya karena memang kami sering berjumpa. Dan Wendy
sering membantuku menemukan buku – buku yang bagus untukku baca. “Wen... aku
mau tanya niech!” kataku. “apa’an cha?” tanya Wendy. “ini temanku Aziz mencari
bukunya yang terselip diantara buku – buku perpustakaan di lorong ke-3 kemarin”
kataku. “oh, pantas! kemarin habis ada
pembaharuan dan kebetulan aku sendiri yang menemukannya. Buku ini kah?” tutur
Wendy sambil menunjukkan buku berwarna hitam dengan tulisan bertinta perak
didepannya “ Love Story”.
“that’s right.. thats my book!” kata Aziz sambil meraih bukunya
dan membukanya seakan – akan takut ada bagian halaman yang hilang. “ tenang
saja.. aku tidak membukanya jadi aku rasa buku kamu masih utuh” tutur Wendy.
“thank you very much” kata Aziz dan menjabat tangan Wendy. Azizpun meninggalkan aku dan Wendy. “terimaksih
ya wen..!” kataku. “ ah, gitu saja terimakasih. Eh kamu nemu dimana bule kayak
dia?” tanya Wendy heran. “ Diperpustakaan ini” jawabku singkat. Wendy pun
tersenyum sambil menggeleng – gelengkan kepalanya. Aku kembali meneruskan
niatku membaca novel dengan duduk dipojok bangunan perpustakaan samping
jendela. Tanpa ku sadari Aziz duduk disebelahku, dan berbisik “ sorry, tadi
terlalu bahagia jadi lupa gag bilang terimakasih ke kamu” , aku hanya melirik.
“makan siang ini aku yang traktir. Aku tunggu kamu dikantin. Bye!” bisiknya
lagi.
Siang itu aku makan bersama Aziz. Obrolan kami sangat
menyenangkan, Aziz orangnya flexibel , to the point, tapi juga tertutup, dan yang pasti tipe cowok kayak dia PD-nya
ketinggian J. semenjak kejadian itu kami menjadi dekat,
kebetulan juga kami satu organisasi jurnalistik dikampus. Aziz lahir disurabaya
tapi sejak SD dia tinggal di singapore bersama ayahnya dan sudah 5 tahun ini
dia tinggal di Malang, untuk menemani kakeknya. Ya, ibunya meninggal waktu
melahirkannya. Sedangkan aku..., Aku
lahir di LA. Sejak kecelakaan pesawat yang merenggut nyawa kedua orang tuaku 10
tahun yang lalu, aku tinggal di Malang bersama nenek.
Saat aku bermain kerumah Aziz. Aku melihat buku “Love story”
milik Aziz dimeja ruang tamu. Rasa penasaranku semakin tinggi ketika aku lihat
seperempat bagian foto terselip diantara halaman buku itu. Aku memandanginya,
seakan melihat apa saja isinya. Aziz yang melihat ku seperti itu pun
mengagetkanku.” Hayow... tertarik ya.. sama bukuku?” katanya. “ Enggak..!” jawabku
santai. “ oh berarti tertarik sama pemilik buku itu dong ?!” katanya lagi.
“ye... kamu itu... PD banget!” jawabku. “ kalau gag gitu.., mana mungkin
sekarang kamu bisa didepanku? Dirumahku pula!” jawabnya gag mau kalah. “ iya
dech.. up to you..!” jawabku. Kamipun tertawa. Dan Aziz memperlihatkan isi
bukunya itu, ternyata itu buku harian milik almarhumah ibunya. Aku begitu
terharu dengan uraian kata yang tertulis didalamnya. “iich. Cengeng !!” kata
Aziz merusak suasana. “ya maklum dong..!
cewekkan hatinya gampang tersentuh” kataku membela diri.
Waktu terus menari bahkan berlari.Dan sekarang kami sudah tidak sedekat dulu, kesibukan
masing – masing membuat kami jarang bersama bahkan sekedar untuk menyapa lewat
sms pun hampir tidak pernah. Krisis komunikasi antara kami sudah lewat dari
satu tahun. Menginjak tahun ke-2 sudah pasti misscommunication.
“Woy...!” sapa Wendy memecahkan lamunan flashbackku. Iya,
hanya Wendy yang masih setia menemaniku.
Dan Wendylah satu – satunya sahabat yang mengetahui alur cerita kisahku bersama
Aziz. “icchh Wendy..! Ngagetin aja!” kataku sedikit kesal. “Cerdas sekali
kamu.....!” sahut Wendy . “Dari Dulu..!” jawabku sinis. “oowhh dari dulu kamu
kalau baca buku itu terbalik??? “ kata Wendy. sambil cengar – cengir. Akupun tertawa dan
malu. “Kamu masih memikirkan Aziz?” tambahWendy. Aku hanya tersenyum J. Wendyselalu tahu apa
yang sedang aku pikirkan entah dia punya indra ke-6 atau karena dia peka? .
Wendy adalah sosok laki – laki yang
ramah dan sabar. Beberapa hari yang lalu, Wendy menyatakan perasaannya kepadaku. Aku sempat
jengkel, karena Wendy tahu siapa yang
aku harapkan. Tapi kenapa dia masih saja nekat menyatakan perasaannya kepadaku.
Dan jelas – jelas tahu apa yang akan aku jawab. Namun aku salut kepadanya,
setelah mendengar penjelasannya.
Mencintai adalah hak
semua orang. Namun untuk bisa memiliki cinta yang kita inginkan adalah takdir. Aku
tak pernah tahu kapan lagi aku bisa mengatakannya padamu. Aku tak mau menunda
lagi. Now or Never dan aku akan menyesal. Aku hanya ingin jujur, sehingga saat
kamu merasa sendiri kamu akan tahu bahwa ada aku yang ikhlas mencintaimu.. Aku
tak pernah berharap kamu membalas cintaku. Cukup melihatmu tersenyum sudah
membuatku merasa cintaku padamu tak sia – sia. Aku tak akan pernah menyesal
telah mencintaimu. Hidup ini titipan, begitu juga dengan cinta. Aku memilikimu sekarang
atau tidak, itu sama saja. Hanya waktulah yang membedakannya, karena semua yang
aku miliki, dan aku cintai, akan kembali kepada pemilik yang sebenarnya. Yaitu
tuhan semesta alam, tuhan yang menciptakan aku dan kamu, tuhan yang menentukan
hidupku dan hidupmu. Setelah kamu mengetahui isi hatiku, ku harap tali
persaudaraan kita tak akan terputus. Percayalah padaku, semuanya akan indah
pada waktunya.
Tiap kata yang diucapkan Wendy membuatku bercermin. Sudah ikhlaskah aku
menyimpan rasa yang entah apa ini, untuk Aziz? Tapi aku juga butuh kepastian.
Salahkah aku? Kalau aku berfikir saat aku mengetahui perasaan Aziz kepadaku,
jika dia mencintaiku, aku akan merawat rasa itu. Jika dia tidak mencintaiku,
aku akan buang rasa itu dan belajar mencintai sesorang yang telah dulu
mencintaiku?. Oh tuhan....??? please help me!.
Jarum jam masih setia berputar, ku lihat dari jendela
perpustakkan, matahari tampak malu – malu , angin menggelitik setiap dedaunan.Wendy
yang masih disampingku mengajakku ke
kantin. Namun aku menolaknya dan memilih untuk pulang. Hari ini dosen mapelku
tidak datang. Beliau hanya memberi tugas via email. Aku merasa lelah setelah
pulang dari kampus. Tepatnya, lelah menunggu waktu, dimana aku bisa berbicara kepada Aziz dan menanyakan apa
isi hatinya.
Aku sudah 1 tahun tidak lagi aktif didalam organisasi
jurnalistik, begitu juga dengan Aziz. Kami berdua beda jurusan. Aziz adalah
anak fakultas hukum pasca sarjana. Kemungkinan dapat bertemu denganya sangatlah kecil. Tapi aku tak mau menyerah
begitu saja setiap aku kekampus aku selalu berharap bertemu dengannya.
Terkadang juga aku menunggunya dikafe yang terletak didepan kampusku. Seakan
yakin Aziz lewat didepanku dan aku menyapanya lalu mengajaknya untuk minum teh
bersama dikafe ini. Anak – anak jurnalistikpun tidak ada yang tahu no hp Aziz.
Sebenarnya aku menyimpan kontaknya diHp ku, tapi apa daya?, Hp ku sudah 5 bulan
ini hilang.
Aku membuka emailku, ternyata sudah ada bebarapa tugas yang
harus aku kerjakan. Ah, sungguh ini menyebalkan. Kenapa deadline nya sama
semua?. Apa dosenku ini bersekongkol membunuhku secara perlahan?. Hari – hariku
disibukkan dengan mengerjakan semua tugas
yang menjerit meminta cepat diselesaikan sebelum masa kadaluarsa. Dengan
begitu pikiran tentang Aziz menepi secara perlahan dan pasti.
Sebulan telah berlalu, aku merdeka dari tugas – tugas
kuliah. Tapi aku akan menghadapi perang yang sesungguhnya. Ya... sikripsi, aku
harus mengikuti sidang untuk memperoleh gelarku. Aku lebih memeilih membuat
sikripsi sendiri dari pada harus membeli sikripsi orang lain atau seniorku,
untungnya juga judul pertama yang aku ajukan diterima oleh dosenku, jadi aku
tak perlu buang waktu untuk bolak – balik mengajukan judul yang belum tentu di
acc. Aku membuat judul secara asal –asalan, buatku isi sikripsi adalah langkah
selanjutnya yang pasti bisa ditempuh, kan ada bimbingan juga, jadi yang penting
judul menarik dimata dosen terlebih dahulu.
Wendy sering membantuku mencari buku refrensi untuk
sikripsiku, dia juga selalu memberiku semangat. “My life is my paradise” kata
Wendy ketika aku sedang asyik mengerjakan sikripsi. “My home is my paradise”
sahutku. “yach.. sempit dong? Surga kan luaaaas!” kata Wendy. “ya maksud aku,
surga didunia ini adalah rumah” jawabku asal. “ah, enggak! Buktinya sekarang aku tidak berada dirumah tapi aku
merasa disurga” tutur Wendy. “kok bisa?” tanyaku penasaran. “iya, karna kamu bersamaku”
jawab Wendy. “uuhh gombal!” kataku sambil tersenyum.
“eh kayaknya surga bocor dech, cha?!” kata Wendy sambil
celinguk-an menatap langit. “loohh???? Kok bisa?” tanyaku heran. “iya, niech
buktinya ada bidadari didepanku!” jawab Wendy. “Wendyyyyy!!!” kataku dengan
suara agak keras dan juga tersenyum. “ Abisnya kamu terlalu serius ngerjakan
sikripsimu, santai sebentar nanti dilanjut lagi, cha!” kata Wendy mencoba
menasehati.
Ya aku memang sangat semangat mengerjakan sikripsiku, aku
ingin cepat selesai dan aku segera mencari informasi beasiswa untuk melanjutkan
S2. Ya meskipun nenek sudah mendesak aku untuk menikah. Tapi aku yakin waktu
itu akan datang padaku tanpa harus aku memikirkannnya, aku ingin memikirkan hal
yang sudah didepan mata yaitu hasil sikripsi dan pasca sarjana.
Aku berusaha semaksimal mungkin. Pokoknya aku harus lulus
tahun ini dan IP ku gag malu – malu’in. Dag dig dug dor. Satu jam sebelum aku
masuk ruang sidang. Aku berdoa, moga pertanyaan para dosen tidak lebih dari 2
pertanyaan dan semua itu mudah aku
jawab. Buku – buku penunjangpun tidak
lupa kubawa. Meskipun aku sudah sering betatap muka dengan beliau – beliau yang
menjadi hakim hari ini, tapi perasaan nervous dan keringat dingin ini keluar
dengan sendirinya tanpa aku rencanakan. Haduch, lebay dech!.
Pendidikan S1 sudah ku lewati, meskipun aku bukan mahasiswa
dengan nilai terbaik tapi aku lulus dengan IP yang memenuhi syarat untuk
melanjutkan pendidikan S2. Aku
bersyukur, aku bahagia. Apalagi tanpa ku duga, Aziz datang diacara wisudaku
hari ini. Dia memberi selamat padaku, setelah berbincang – bincang seputar
rencanaku untuk meneruskan S2 di Aus, aku pun memberanikan diri bertanya pada
Aziz. “Ziz, apa kamu sudah menikah?” tanyaku. “Belum.”jawabnya singkat. “Sudah
punya calon pendamping?” tanyaku semakin kepo. “Sudah” jawab Aziz datar.
“eemmm....” sahutku. “tidak tanya siapa pendamping yang aku maksud?” tanya Aziz
tanpa ragu – ragu. “Tidak, ya sudahlah aku tunggu saja undangannya!” kataku
dengan senyuman yang sejujurnya kulakukan dengan terpaksa. “ Bagaimana aku mau
membuat undangan kalau calon pendampingku akan pergi ke Aus untuk melanjutkan
S2-nya!” jawab Aziz tanpa memandangku. “apa??? Calon pendampingmu juga mau ke
Aus? Wah bisa jadi teman aku dong? “ jawabku enteng tanpa pikir panjang. “
Icha..., would you marry me?” tanya Aziz dengan memegang pundakku seakan mengharuskan
aku untuk mentap matanya. “Are you sure?” tanyaku masih tidak percaya. “i’m
sure icha. I feel , today is wonderful time for say that’s all to you!” jawab
Aziz. Sungguh seakan waktu berhenti. Angin tak bergerak mata tak berkedip jantung tak berdetak nadi
tak bedenyut nafas tak berjalan jarum jampun tak berputar. Oh tuhan apakah aku
bermimpi??? .
“icha...!” panggil nenek yang entah sejak kapan sudah berada
disampingku. “oh, iya, nenek!” Jawabku gugup. “ saya Aziz” kata Aziz sambil
mencium tangan nenekku. “Icha, apa ini calon suami yang kamu janjikan pada
nenek?” tanya nenek senyam senyum. “ich, nenek kapan icha berjanji?!” sahutku
malu. “lah, kamu kalau nenek tanya, kapan kamu menikah? Apa kamu sudah punya
calon? Jawabanmu selalu sama. Sudah ada nek tapi masih nyangkut dilangit” jawab
nenek gag mau kalah. Secara bersamaan nenek dan Aziz tertawa, aku merasa malu
minta ampun. Tiba – tiba Wendy datang
dan memberi selamat padaku.
“loh. Ziz kamu masih ingat juga dengan icha? Kemana aja
kamu?” tanya Wendy agak sinis. “ Ingat dong. Bagaimana aku lupa dengan calon
istriku? ” jawab Aziz sambil tersenyum dan memandangku. “oohh...!” sahut wendy dengan
memandangku. Aku hanya membisu. Aku bingung harus bagaimana. Nenekpun mengajak
Aziz dan Wendy untuk pulang bersama, namun Wendy menolak dengan alasan ada
pekerjaan yang harus diselesaikan, sudah pasti Aziz lah yang ikut bersamaku dan
nenek.
Sebelum masuk mobil nenek, Aziz meminta no Hpku, entah buat apa?
Akupun langsung memberikannya pada Aziz. Saat perjalanan pulang kerumah nenek,
Aziz meminta kepastian padaku lewat sms. Balas
smsku tanpa perlu kamu menulis apapun didalamnya apabila kamu menerimaku dan
abaikan smsku apabila kamu menolakku. Haduuuch Aziz ini! Apa gag bisa
membiarkan aku bernafas sejenak? . akupun segera membalas sms-nya. Tapi sayang
aku kehabisan pulsa. “Nek, pulsa aku habis!” kataku pada nenek sekedar memberi
sinyal kepada Aziz. Aziz yang mendengarnya hanya tersenyum. “Pak karim, tolong
kamu beri tahu anakmu untuk segera mengisikan pulsa ke nomer non icha!” suruh nenek kepada pak karim yang
bekerja menjadi sopir pribadi nenek dan anaknya yang menjaga conter milik nenek
di pasar. “ Baik, nyonya!” jawab pak
karim. “ tidak usah nek. Biar Aziz transfer pulsa ke no icha!” sahut Aziz. “oh,
baiklah kalau begitu... tapi gag romantis yach? Masa’ transfer pulsa, Transfer
bunga dong?” kata nenek. Spontan kami
semua-pun tertawa.
Aku memutuskan untuk menerima Aziz, aku akan menikah dengan
Aziz setelah aku benar – benar masuk S2. Nenek sangat bahagia, namun setelah
beberapa minggu kemudian nenek jatuh sakit. Kata dokter, nenek mengidap kanker rahim stadium 4
kemungkinan hidup hanya tinggal beberapa bulan. Aku sangat sedih, aku hanya
punya nenek. Nenek yang begitu menyayangiku. Suasana hatiku seperti langit yang
sedang mendung, dan Aziz adalah matahari yang berusaha mencerahkannya. Wendy
juga selalu memberiku semangat, meskipun dia tahu aku menerima cinta Aziz. Aku
sendiri tidak tahu terbuat dari apa hati Wendy. Yang aku tahu dia adalah
sahabat terbaikku.
Hari ini aku menjaga nenek dirumah sakit, nenek tersenyum
kepadaku dan berkata “ Icha... nenek begitu bahagia memeliki cucu sepertimu.
Nenek merasa tenang sekarang, karena Aziz akan menjagamu apabila nenek sudah
tiada”. Aku hanya bisa menangis dan memeluk nenek. Aku ingin nenek bersamaku
lebih lama lagi. Aku ingin nenek sembuh. “Icha... dengar baik – baik sayang,
semua yang berada didunia ini hanyalah sementara. Jangan kamu terlalu
mencintainya secara berlebih – lebihan. Tanamkan hati seperti seorang penjaga
parkir. Mereka menjaga banyak kendaraan yang merupakan titpan, dengan baik. Tapi
ketika pemilik sebenarnya mengambilnya, maka mereka tetap tersenyum dan tidak
mengeluh. Seperti hal nya hidup. Semua ini milik tuhan, ketika tuhan
mengambilnya maka itu sudah kehendak dan hak tuhan” kata nenek panjang lebar
dengan menggenggam tanganku. “ iya nek...! tapi apa tuhan marah kalau aku
terlalu menyayangi nenek?” tanyaku. “ sudah – sudah... ! nenek mengantuk. Kamu
istirahat sana gih! Nenek mau tidur” kata nenek tidak menjawab pertanyaanku.
Kondisi nenek semakin menurun, operasi telah dilakukan 2x
dalam 17 hari ini. Dokter hanya bisa berusaha dan menunggu adanya keajaiban
dari tuhan. Aku tak henti – henti nya berdoa demi kesembuhan nenek. Tetapi
seakan – akan itu semua percuma. Mungkin aku terlalu banyak dosa hingga tuhan
enggan mendengar doaku. Atau mungkin tuhan sedang menguji ku?. Entahlah... aku
pasrah pada takdir-Mu.
Tepat pada hari minggu pagi pukul 05:00 nenek
meninggalkanku, meninggalkan semua yang dimilikinya. Nenek bertahan hanya dalam
29 hari. Lebih cepat dari perkiraan dokter. Begitulah hidup hanya tuhan yang
tahu kapan akhir masa kontrak seseorang tinggal didunia ini.
100 hari nenek meninggalkanku. Saat itu juga Aziz masuk
rumah sakit. Dia mengalami kecelakaan. Aku begitu terpuruk, aku merasa sendiri,
tapi Wendy tetap berusaha menegarkanku. Aziz tak sadarkan diri, dia koma dalam
1 minggu ini. Banyak kiriman datang kerumahku, iya itu semua barang – barang
persiapan untuk aku dan Aziz menikah. Hatiku semakin teriris, aku tak bisa
menahan air mata ini. Beberapa jam
kemudian ada panggilan masuk dari Niko,ya niko adalah orang yang bertanggung
jawab mengurusi undangan kami . Aku pergi menemui Niko, aku melihat design yang
dibuat sendiri oleh Aziz, lalu aku baca kata demi kata yang rencananya akan
menjadi puisi pembuka pada undangan pernikahan kami.
Setiap pertemuan adalah anugrah
Anugrah yang tak pantas untuk disia-siakan
Aku bertemu dengan mu adalah takdir tuhan
Aku memilikimu atas kehendak tuhan
Aku pergipun karena keputusan tuhan
Setetes demi tetes waktu mampu menumbuhkan rasa cinta ini terhadapmu
Sosok wanita yang aku sendiri tak mampu melukiskannya dengan hal apapun
karena dirimu begitu istimewa
Maka izinkanlah aku hidup bersamamu
Dan akan ku letakkan dirimu dalam hatiku
Menjadi guru bagi anak – anakku
Menjadi obat dalam kesedihanku
Menjadi cahaya dalam keterpurukanku
Menjadi bunga dalam taman jiwaku
Sekarang dan selamanya
With love : Aziz
Hpku berdering, kali ini panggilan dari pihak rumah sakit.
Belum sempat aku membicarakan bagaimana baiknya undangan pernikahanku, aku
harus segera ke rumah sakit. Disana aku dihadapkan dengan hal yang membuat
kesedihanku semakin sempurna. Aziz harus
meninggalkanku sama seperti nenek meninggalkanku. Aku kalut aku teriak aku
berlari aku benar – benar sudah gila. Tetapi malaikatku datang. Dia memelukku
mencoba menenangkanku. Wendy benar – benar malaikat bagiku.
Hidupku seakan tiada lagi terarah. Aku berfikir sekeras
mungkin dalam diamku. Pesta pernikahanku sudah 70% jadi, sisanya hanya
pencetakan undangan. Tanpa pikir panjang aku menghubungi Niko dan meminta
mengganti nama Aziz dengan nama Wendy . Aku suruh Niko menghubungi Wendy untuk mengganti design dan tata letak
pada undangan. Wendy terkejut atas keputusanku, dia tidak mau menerimanya. Dia
beranggapan aku sedang tidak berfikir jernih , dia takut aku akan menyesal.
Tapi aku tak peduli. Saat itu juga aku menjemput Wendy untuk foto prawedding.
“Icha....! apa alasan mu bertindak seperti ini?” tanya
Wendy. Aku hanya diam. “Icha... apa kamu anggap aku sebagai pelarian?” tanya
wendy lagi. Dan aku tetap diam. “ Icha... kamu harus ikhlas!” kata Wendy lagi.
“ Apa aku salah ingin hidup dengan orang yang sudah jelas tulus mencintaiku?”
jawabku dengan ganti bertanya pada Wendy. “ tapi apa hatimu untukku?” tanya
wendy. “ Hari – hariku hanya bersamamu. Orang yang selalu ada untukku hanya
dirimu. Mungkin aku akan lebih gila lagi jika aku kehilanganmu” jawabku.
“apakah kamu mencintaiku?” tanya Wendy. “ waktu telah membuktikan siapa orang
yang berhak mendapatkan cintaku dan hidup bersamaku “ jawabku lagi dan kali ini
air mata tak sanggup lagi ku bendung, Wendy memelukku. Aku masih terus
menangis. “ Semua akan indah pada waktunya” bisik Wendy. “ dan inilah
waktunya!” sahutku. Pernikahankupun berjalan sesuai rencana hanya saja aku
menikah bukan dengan Aziz tetapi dengan Wendy. Aku tak pernah menyesal dengan
keputusanku, bagiku aku akan lebih menyesal apabila aku tidak memberi
kesempatan kepada Wendy untuk membuktikan ketulusan cintanya dan hidup
bersamaku. Karena tanpa ku sadari, selama ini aku bahagia bersama Wendy.
Terkadang kita tidak menyadari yang terbaik ada didepan mata kita.
Terkadang kita masih menggunakan ego kita untuk mencintai seseorang.
Namun itu semua adalah kisah yang membuktikan adanya perjanjian antara
waktu dengan cinta
Yang telah kita semua yakini, semua indah pada waktunya
Waktu dimana pelangi muncul setelah badai menerpa
Waktu dimana musim semi telah tiba
Waktu dimana tuhan memberikan....,
" bukan apa yang kita inginkan melainkan apa
yang terbaik buat kita."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar