AKU DAN HIV
Betapa
hancurnya hari ini!!! Matahari terasa gelap, langit mendung sama seperti jiwa
yang sedang aku rasakan. Tuhan memberikan cobaan terberat dalam hidupku ketika
aku dinyatakan positif mengidap penyakit HIV/AIDS. Aku tak tahu harus berbuat apa, tak ada lagi
pikiran untuk melangkah ke depan.
Dari
hasil pemeriksaan, Virus tersebut sudah menyerang ke dalam tubuh dengan cepat
dan aku dinyatakan akan bertahan hidup selama 6 bulan lagi. Berhari-hari aku
mengunci diri di kamar untuk menenangkan diri dari kenyataan ini. Hubungan yang
aku jalin selama 5 tahun bersama kekasihku, Ratu kandas setelah mengetahui
bahwa aku telah terkena penyakit HIV/AIDS. Lengkap sudah penderitaanku!!
Sebulan lamanya aku berdiam diri di rumah, hanya ibuku yang selalu memberiku
motivasi untuk tidak menyerah dalam hidup ini. Ibu mengatakan bahwa tak ada
yang mustahil di dunia ini, meski penyakitku tak dapat disembuhkan namun jika
Tuhan berkehendak lain, keajaiban akan datang menyembuhkan penyakitku ini.
Memang
ucapan itu membuatku tenang, namun hanya sementara saja!! Padahal hidupku saat
ini bisa dibilang tidak kekurangan, hidupku yang baru berumur 20 tahun ini
selalu dipenuhi jika aku menginginkan sesuatu. Aku berkata kepada Tuhan, “Jika
ini jalan untukku, aku akan siap menerimanya dengan ikhlas. Namun satu
permintaanku sebelum aku tiada, aku ingin merasakan pernikahan dengan seorang
gadis yang mau menerimaku dengan kondisi seperti ini.” Ternyata perkataanku
tadi, tak disengaja didengar oleh ibuku di balik pintu tanpa sepengetahuanku. Mendengar
ucapanku tadi, Ibuku tak kuasa menahan tangis dan ingin sekali mengabulkan
permohonanku itu.
Esok
harinya, mengingat perkataanku tadi malam, ibuku berencana untuk mencari wanita
cantik yang dibayar untuk berpura-pura menjadi kekasihku tanpa sepengetahuanku.
Ibu telah mendapatkan wanita cantik itu dan wanita itu bernama putri, 19 tahun.
Putri datang ke rumahku dan mengaku bahwa ia adalah anak teman ibunya yang
disuruh ibunya untuk memberikan sebuah baju pesanan untuk ibuku. Tak lama
kemudian, Ibu memanggilku dan menyuruhku untuk mengantarkan putri pulang karena
hari sudah malam. Aku terima saja tanpa mencurigai maksud dari ibuku tadi. Aku
pun berkenalan dengan putri dan mengantarkannya pulang. Selama perjalanan, aku
bicara banyak dengan putri tidak termasuk penyakitku ini. Sesampainya di rumah
putri, lalu putri mengucapkan terima kasih sambil memberikan nomor teleponnya
padaku.
Sesampainya
di rumah, putri pun mengirim pesan kepadaku untuk menanyakan apakah aku sudah
sampai di rumah atau belum. Waktu ke waktu, aku mulai merasa nyaman dengan
putri. Selain cantik, putri juga seorang wanita yang sangat baik dan perhatian.
Tentang penyakitku ini, aku belum berani untuk mengatakannya kepada Putri,
karena aku takut jika Putri mengetahui hal ini, Putri akan menjauh dariku. Esok
harinya, Putri mengajakku untuk pergi berjalan-jalan ke sebuah pusat pertokoan.
Sesampainya disana, kami berdua pergi ke sebuah restoran kecil dan makan siang
disana. Setelah makan, kami berdua berbincang dahulu sambil beristirahat disana
selepas berjalan-jalan. Pada perbincangan itu, Putri mengatakan jika ia sudah
mengetahui tentang penyakitku ini dari ibuku. Jelas aku kaget mendengarnya dan
mengira jika putri tak ingin lagi mendekatiku.
Ternyata,
Putri tak menghiraukan masalah penyakitku ini dan ia berkata bahwa ia akan
tetap bersamaku meski aku telah mengidap penyakit HIV/AIDS. Aku tak mengira,
jika di dunia ini masih ada wanita cantik yang mau berteman denganku ini.
Bebanku terlepas selama ini untuk merahasiakan penyakitku ini kepada Putri dan
hubungan kami pun menjadi semakin dekat. Akhirnya, aku nyatakan perasaanku
kepada Putri di rumahku bahwa aku mencintainya. Ucapanku tadi, membuat putri
sejenak berpikir dan berdiam diri. Dalam hati, betapa bodohnya aku
mengungkapkan perasaanku ini!! Mana mau Putri denganku yang mempunyai penyakit
mematikan ini.
Tak
lama kemudian, Putri berkata kepadaku bahwa ia merasakan hal yang sama denganku
bahwa putri juga telah mencintaiku. Hidupku serasa hidup kembali dan ternyata
Tuhan telah memberikan jalan untuk permohonan terakhirku ini. Kami pun menjalin
hubungan sebagai sepasang kekasih yang bahagia. Mengingat hidupku yang tinggal
4 bulan lagi, aku ingin mengajak Putri untuk menikah denganku meski nantinya
aku tak dapat menyentuhnya karena penyakitku ini. Yang penting, menurutku
pernikahan adalah hidup yang sempurna di dunia ini sebelum masa hidupku habis.
Tugas
yang diberikan Ibuku kepada putri, dilaksanakan dengan baik. Ibuku berkata
kepada putri, bahwa ia akan membayar lebih kepada putri jika ia melakukan
tugasnya sampai masa hidupku telah habis dan masih menjadi kekasihku. Ucapan
tersebut, terdengar saat aku sedang membawakan minum untuk putri. Mendengar
perkataan tersebut, jelas aku kecewa dan sangat kesal terhadap ibuku yang telah
membohongiku selama ini. Ternyata itu adalah perbuatan ibuku yang menyuruh
Putri untuk berpura-pura menjadi kekasihku!! Dengan cepat aku menghampiri
mereka yang sedang berbincang-bincang di ruang tamu. Dengan muka marah, aku
bilang kepada ibuku “Bu, apa maksud semua ini? Mengapa ibu melakukan ini
semua?”. Ibu dan Putri terlihat sangat kaget dan panic saat aku berkata seperti
itu. Mereka hanya diam, menundukkan kepala dan tak menjawab sepatah kata pun
pertanyaan yang aku berikan. “Mengapa kalian semua diam?”, tambah aku dengan
nada menyentak.
Akhirnya
Ibu menjawab, bahwa ia tak sengaja mendengar pembicaraanku dahulu kala yang
menginginkan pernikahan sebagai permohonan terakhirku.Ibu tak tega mendengarnya
dan tidak bermaksud untuk menyakiti hati aku. Ibu hanya mengira bahwa wanita
mana yang mau dengan lelaki berpenyakit seperti aku ini, maka dari itu Ibu
mencari seorang wanita agar aku bisa bahagia. Sementara itu, Putri hanya
terdiam dan terlihat merasa bersalah. “Jadi selama ini kamu hanya mempermainkan
aku dan tentang hubungan yang kita jalani ini sebenarnya hanya kebohongan
saja?” Tanya Aku kepada Putri. Putri berusaha menjelaskan, namun aku tak ingin
mendengarkan penjelasannya. Bagiku, semua ini sudah cukup jelas!! AKu bergegas
pergi meninggalkan mereka dan keluar dari rumah.
Putri
berusaha mengejarku dan memberikan penjelasan. Putri berkata “Aku minta maaf
sebelumnya. Memang benar jika aku telah disuruh ibumu untuk berpura-pura
menjadi kekasihmu. Awalnya memang aku jalani ini dengan semua kebohongan, tapi
percayalah jika aku sekarang benar-benar mencintaimu dengan tulus apa adanya!!!
Aku akan selalu berada disampingmu.”
Mendengar
jawaban tadi, aku bingung harus percaya atau tidak. Karena aku takutkan jika
itu hanya akal-akalan putri agar aku bisa lebih tenang. Aaahh..itu pasti
akal-akalan dia saja!! Tanpa banyak bicara, aku menghiraukan Putri dan pergi
meninggalkannya. Sambil pergi, Putri berteriak “Kamu boleh tidak percaya dengan
perkataanku tadi, yang jelas aku akan buktikan semua ini kepada kamu!!”
Sesampainya
di rumah, Ibuku memohon-mohon kepadaku untuk memaafkan atas sikapnya. Aku
dengan perasaan yang sudah sedikit tenang berbicara “Sudah bu…semua ini bukan
salah Ibu. Ini salahku yang mempunyai permohonan aneh seperti itu. Sudahlah tak
usah dipikirkan lagi bu, aku baik-baik saja.”
Keesokan
harinya,,aku terbangun dari tempat tidurku yang berantakan sekali. Saat aku
membuka pintu kamar, aku terkejut melihat Putri yang sudah berada di depan
kamarku. Dengan muka yang seolah-olah tidak ada masalah, Putri mengajakku untuk
berjalan-jalan ke sebuah taman yang letaknya tak jauh dari rumahku. “Mau
apalagi kamu kesini?” ujar aku sambil pergi ke kamar mandi.`Sampai aku keluar
kamar mandi, Putri masih berdiri di depan kamarku. “Masih berani juga ya kamu
menginjakkan kaki di rumahku? Sekarang pergi dari sini dan jangan pernah
kembali lagi!!” ujar Aku dengan nada yang menyentak. Putri berkata “Aku tidak
akan pergi sebelum kamu memaafkan aku dan percaya jika aku benar-benar tulus
mencintai kamu.” Saat itu, aku muak dengan penjelasan Putri dan langsung
menyeretnya keluar dari rumahku.
Tak
lama kemudian, Hujan mengguyur sangat deras sekali. Cuaca terasa sangat dingin
dan aku bergegas untuk menutup jendela yang masih terbuka lebar. Saat aku
menutup jendela tersebut, tak sengaja aku melihat Putri sedang kehujanan dan
berdiam diri di depan jendelaku. Putri berkata “Aku akan menunggu kamu sampai
kamu mau memaafkan aku.” Aku masih tidak menghiraukan dia dan menutup jendela
itu. Setelah itu, aku terus memikirkan Putri dan sesekali mengintipnya dari
jendela kamarku. Akhirnya, hatiku luluh karena tak tega melihat penderitaan
Putri hanya untuk meminta maaf kepadaku. Aku pun keluar dari rumah dan
menjemput Putri yang basah kuyup. Putri pun aku bawa ke dalam rumah dan
memberinya handuk untuk mengeringkan badannya yang basah kuyup.
“Apa
kamu baik-baik saja? Tentang permintaan maaf kamu itu, aku sudah maafkan kamu!!
Apa kamu benar-benar tulus mencintaiku?” ucap aku kepada Putri. Putri menjawab
“Tentu saja, aku mau menerimamu!!” Setelah itu, aku berbincang banyak dengan
putri dan mengantarnya ia pulang. Keesokan harinya, aku bangun pagi seperti
biasa. Saat aku menurunkan kakiku dari tempat tidur, tiba-tiba seluruh badanku
ini sulit untuk bergerak. Aku ketakutan dan langsung memanggil Ibuku. Ibuku yang
sama-sama panik melihat seluruh tubuhku yang tak bisa digerakkan langsung
menelepon ambulans untuk segera membawaku ke rumah sakit. Ambulans pun datang
dan membawaku ke sebuah rumah sakit terdekat dengan ditemani ibuku.
Setibanya
disana, aku langsung masuk ke dalam ruangan gawat darurat dan diperiksa oleh
beberapa dokter ahli disana. Sambil menunggu aku, ibuku menelepon Putri untuk
memberitahukan keadaan aku saat ini. Putri pun segera menyusul ke rumah sakit.
Tak lama kemudian, dokter keluar dan memanggil Ibu dan Putri untuk berbicara di
ruangannya mengenai hasil pemeriksaan aku. Aku masih terbaring dalam sebuah
ruangan..tak berdaya..seperti mayat hidup!! Sementara itu, dalam pertemuan Ibu
dan Putri dengan dokter yang memeriksaku, Dokter berkata jika virus HIV dalam
tubuhku sudah menyebar dengan cepat dan merusak pada system sarafku hingga aku
mengalami kelumpuhan. Dokter pun mengatakan jika aku tak akan hidup lebih lama
lagi dan mungkin bisa dihitung hari. Padahal, saat itu dokter mengatakan aku
akan bertahan hidup selama 6 bulan lagi, dan sekarang masih bulan ke-4.
Ibu
dan Putri yang mengetahui hal itu tak kuasa menahan tangis. Ibu dan Putri
terlihat syok dan merenung setelah mendengar hasil itu. “Apakah kita
berutahukan saja hal ini?” Tanya Putri kepada Ibu. Ibu yang masih terlihat syok
berdiam diri sejenak. Tak lama kemudian, Ibu berbicara jika sebaiknya kita
katakan saja yang sebenarnya terjadi.
Ibu
dan Putri masuk ke dalam ruangan dimana aku sedang berbaring lemah. Ibu pun
mengatakan hasil itu kepadaku. Aku yang mendengar hal itu hanya bisa pasrah dan
menangis. “Mengapa cobaan ini engkau berikan kepadaku ya Tuhan?” Ucap aku dalam
hati. Selama 5 hari aku dirawat dan hari-hari itu aku ditemani oleh Putri yang
setia berada disampingku. Putri adalah orang yang tepat saat aku membutuhkan
seseorang dalam kesedihanku ini.
Aku
berkata kepada Putri, “Putri, maukah kamu mengabulkan permohonan terakhirku?”.
“Apa?”,
jawab Putri.
“Apakah
kamu mau menikah denganku? Ini adalah permohonan terakhirku yang jauh hari aku
inginkan..” balas Aku.
“Jika
itu yang kamu inginkan, aku siap untuk menikah denganmu!! Aku rela menikah
denganmu meskipun kau akan pergi tinggalkanku selamanya…” jawab Putri.
Aku
pun segera memberitahukan ibu tentang masalah ini. Betapa senangnya karena
Ibuku telah menyetujui permintaanku ini meski terlihat iba. Keesokan harinya,
kondisiku semakin parah. Detak jantungku semakin cepat dan terasa sangat sakit.
Padahal seharusnya hari ini aku bahagia karena pernikahanku akan segera
dilaksanakan.
Tak
lama kemudian, Putri datang bersama keluarganya yang akan menjadi saksi
pernikahanku. Sementara itu, Ibuku sudah menunggu lama sejak pagi tadi
menemaniku. Akhirnya, pernikahan dimulai di sebuah ruangan tempat dimana aku
dirawat. Mataku berkaca-kaca, sedih bercampur bahagia saat mendengar kata sah
dari para wali dan saksi. Setelah itu, kami berdua berpelukan dengan Putri
sangat lama sekali karena saat itu, Putri tak menyangka jika aku sudah menutup
mata dengan tenang dan pergi dari kehidupan dunia ini.
Cerita
ini berakhir dengan perginya aku, dan Putri berjanji bahwa ia akan selalu
mengenangku dan akan selalu tersimpan di hati yang terdalam, cinta yang bersemi
antara Aku dan Putri selamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar